RSS

METODE PENDIDIKAN ISLAM

27 Apr

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.  Pengertian Metode dalam Pendidikan Islam

Secara literal, istilah metode berasal dari bahasa yunani yaitu “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[1] Dalam kamus besar Indonesia, metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.[2] Sedangkan pendapat Runes sebagaimana telah dikutip oleh Al-Rasyid dan Samsul Nizar menerangkan bahwa metodeadalah suatu teknik atau prosedur yang merumuskan aturan-aturan tertentu yang dipakai untuk mencapai tujuan.[3] Seiring dengan itu, Mahmud Yunus mengatakan bahwa metode adalah jalan yang hendak ditempuh supaya sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkup perusahaan, perniagaan maupun dalam pengajaran.[4]

Berdasarkan definisi di atas, maka bila dikaitkan dengan proses pengajaran, dapat dipahami bahwa metode dalam pendidikan Islam adalah cara atau prosedur yang dapat ditempuh oleh pendidik dalam mendidik serta didiknya sehinga tujuan pendidikan Islam dapat tercapai secara efektif dan eifisen. Dalam membicarakan metode mengajar ini, terdapat ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai petunjuk tentang adanya metode yang digunakan malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yaitu :

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan alam semesta, Dialah yang menciptakan manusia dari segumpul darah, bacalah dan Tuhanmu amat mulia, yang mengajarkan dengan perantara kalam, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Secara lahiriah ayat di atas memberi suatu petunjuk tentang metode mengajar bahwa pelajaran yang utama adalah pelajaran membaca. Di dalam pelajaran membaca terkandung makna  hendak memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang mula-mula diketahui manusia ialah nama. Dari mengenali nama orang dapat membuat pengertian atau konsep ilmu pengetahuan.[5]

Secara umum metode berfungsi sebagai pemberi jalan yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan pendidikan. Dari sudut filosofis, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Penerapan metode yang tepat sangat berpengaruh terhadap pencapain keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien. Penggunaan metode dalam satu mata pelajaran bisa menggunakan lebih dari satu macam (bervariasi). Metode yang variatif dapat membangkitkan motivasi belajar anak didik. Dalam pemilihan dan penggunaan sebuah metode harus mempertimbangkan aspek efektivitas dan relevansinya dengan materi yang disampaikan.[6] Selan itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan mengaplikasikan sebuah metode pengajaran yaitu tujuan yang ingin dicapai, kemampuan guru, anak didik, situasi dn kondisi pengajara, fasilitas yang tersedia, waktu yang diperlukan, serta kelebihan dan kekurangan sebuah metode.[7]

Ahmad Tafsir dalam karyanya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan metode pendidikan di sini ialah semua cara yang digunakan dalam usaha mendidik anak didik. Karena mengajar adalah salah satu bentuk usaha mendidik, maka metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode mengajar. Ada banyak sekali metode mngajar seperti ceramah, diskusi, tanya-jawab, sosiodrama, pemberian tugas, dll. Metode mengajar akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teori-teori pengaajaran.

Hal yang lebih penting daripada jenis-jenis cara mengajar ialah cara melaksanakan pengajaran. Untuk lebih tegasnya, apa yang dapat membantu seseorang untuk mampu mengajar bukanlah penguasaan metode-metode, tetapi yang lebih penting lagi ialah petunjuk umum tentang bagaimana merancang langkah-langkah pengajaran secara sistematis. Untuk tujuan ini diperlukan sejumlah faktor penunjang, antara lain:

  1. Tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran tertentu. Sebagai contoh, penyajian pelajaran pada jam tertentu yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman terhadap suatu konsep tentu akan berbeda dengan tujuan untuk menumbuhkan keterampilan praktis.
  2. Kemampuan guru (pengajar-pendidik). Sebagai contoh, guru yang pandai berbicara, sebaiknya dia banyak menggunakan metode ceramah.
  3. Ketersediaan alat-alat pengajaran. Sebagai contoh, bila metode eksperimen yang akan digunakan dalam suatu pengajaran, maka alat-alat penunjangnya harus terlebih dahulu disediakan.
  4. Jumlah murid. Bila, misalnya, dalam suatu kelas jumlah muridnya banyak, maka metode ceramah lebih baik daripada metode diskusi.
  1. B.  Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Pendidikan Islam

Prinsip merupakan asas atau dasar yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan metode pendidikan Islam berarti prinsip yang dimaksud di sini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan sebuah metode. Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metode pendidikan Islam itu adalah :

  1. Prinsip agama, yaitu fakta-fakat umum yang diambil dari sumber ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadits).
  2. Prinsip biologis, yaitu prinsip yang meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani peserta didik dan tingkat perkembangannya.
  3. Prinsip psikologis, yaitu prinsip yang lahir di atas pertimbangan psiklogis seperti motivasi, emosi, minat, bakat dan kecakapan akal peserta didik.
  4. Prinsip sosial, yaitu prinsip yang bersumber dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan-kebutuhan, harapan dan tuntutan kehidupan yang senantiasa maju dan berkembang.
  5. Prinsip aktivitas, yaitu prinsip yang bersumber dari aktivitas peserta didik untuk mengambil bagian secara aktif dan kreatif dalam seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan.
  6. Prinsip evaluasi, yaitu bersumber dari penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai umpan balik untuk memperbaiki cara mengajar di kemudian hari.[8]
  7. C.  Penerapan metode pendidikan dalam Al-Qur’an

Ada beberapa landasan dasar dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajar diantaranya diulas oleh Abu Ahmadi, beliau mengatakan bahwa landasan untuk pemilihan metode ialah:

1)   Sesuai dengan tujuan pengajaran agama.

2)   Sesuai dengan jenis-jenis kegiatan.

3)   Menarik perhatian murid.

4)   Maksud metodenya harus dipahami siswa.

5)   Sesuai dengan kecakapan guru agama yang bersangkutan.[9]

Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk meniru Nabi Ibrohim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalahnya.[10] Allah berfirman:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Dalam surat An-Nahl (lebah) ayat 125, terdapat tiga prinsip dalam implementasi metode penyampaian (dakwah, pembelajaran, pengajaran, komunikasi dan sebagainya) yaitu ;

  1. Al-Hikmah

Dalam bahasa Arab Al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar.[11] Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal.

Imam Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran

Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.

Mustafa Al-Maroghi menjelaskan bahwa Al-Hikmah cenderung diartikan sebagai sesuatu yang diwahyukan. Demikian pula dalam tafsir Al-Jalalain Al-hikmah diartikan dengan Al-Qura’nul kariem sebagai sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. An-Naisaburi menegaskan bahwa yang dimaksud Al-hikmah adalah tanda atau metode yang mengandung argumentasi yang kuat (Qoth’i) sehingga bermanfaat bagi keyakinan.

Nampak dengan gamblang sebenarnya yang dimaksud dengan penyampaian wahyu dengan hikmah ini yaitu penyampaian dengan lemah lembut tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat sehingga dengan proses ini para peserta didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran. Materi pembelajaran bermanfaat dan berharga bagi dirinya, merasa memperoleh ilmu yang berkesan dan selalu teringat sampai masa yang akan datang.

  1. Mauidzah Hasanah

Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauidzah dan Hasanah”. Al-mauidzah dalam tinjauan etimologi berarti “pitutur, wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Ibnu Katsir menafsiri Al-mauidzah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia, mencegah dan menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah.

At-Thobari mengartikan mauidzah hasanah dengan “Al-ibr al-jamilah” yaitu perumpamaan yang indah bersal dari kitab Allah sebagai hujjah, argumentasi dalam proses penyampaian.[12] Pengajaran yang baik mengandung nilai-nilai kebermanfaatan bagi kehidupan para siswa. Mauidzah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi penstranferan nilai.

Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin Mahali mengidentikan kata “Al-Mauidah” itu dengan kalimat مواعظه أو القول الرقيق artinya perkataan yang lembut. Pengajaran yang baik berarti disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku hasanah sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik.

Dengan melalui prinsip maudzoh hasanah dapat memberikan pendidikan yang menyentuh, meresap dalam kalbu. Ada banyak pertimbangan (multi approach) agar penyampaian materi bisa diterima oleh peserta didik diantaranya:

a)    Pendekatan Religius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk relegius dengan bakat-bakat keagamaan. Metode pendidikan Islam harus merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

b)   Dasar Biologis, pertumbuhan jasmani memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan.

c)    Dasar Psikologis, metode pendidikan Islam bisa effektif dan efesien bila didasarkan pada perkembangan psikis meliputi motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal intelektual

d)   Dasar Sosiologis, pendekatan social interaksi antar siswa, guru dengan siswa sehingga memberikan dampak positif bagi keduanya.

  1. Mujadalah

Kata mujadalah berasal dari kata “jadala” yang makna awalnya percekcokan dan perdebatan[13]. Kalimat “jadala” ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya dalam surat Al-Kahhfi ayat 54

dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.

dalam surat Al-Baqarah ayat 197:

 (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.

Kalimat “jadala” dengan berbagai variasinya juga banyak dalam Al-Qur’an, seperti pada surat (2:197), (4:107,109), (6:25, 121), ( 7 : 71), ( 11:32,74), (13:13), (18:54,56(, (22:8,68), (29:46), (31;20), (40 :4,5,32,56,69), 24:35), (43:58), (58:1). Bahkan ada surat yang bernama “Al-Mujaadilah” ( perempuan-perempuan yang mengadakan gugatan)

Mujadalah dalam konteks dakwah dan pendidikan diartikan dengan dialog atau diskusi sebagai kata “ameliorative” berbantah-bantahan. Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiyah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT.[14]

Ibnu Katsir dalam tafsirmya bahwa mujadalah ini adalah cara penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut dalam berbicara. Metode penyampaian ini dicontohkan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun. Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya Allah lah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak.

Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.

An-Naisaburi memberikan ilustrasi bahwa mujadalah itu adalah sebuah metode. Diskusi (mujadalah) tidak akan memperoleh tujuan apabila tidak memperhatikan metode diskusi yang benar, yang hak sehingga diskusi jadi “bathal” tidak didengarkan oleh mustami’in.[15]

Metode mujadalah lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiyah dalam setiap argumen diskusinya. Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta didik (individual differencies) bukan teacher center.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Metode dalam pendidikan Islam adalah cara atau prosedur yang dapat ditempuh oleh pendidik dalam mendidik serta didiknya sehinga tujuan pendidikan Islam dapat tercapai secara efektif dan eifisen. Dalam membicarakan metode mengajar ini, terdapat ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai petunjuk tentang adanya metode yang digunakan malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yaitu :

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan alam semesta, Dialah yang menciptakan manusia dari segumpul darah, bacalah dan Tuhanmu amat mulia, yang mengajarkan dengan perantara kalam, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Prinsip merupakan asas atau dasar yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan metode pendidikan Islam berarti prinsip yang dimaksud di sini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan sebuah metode. Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metode pendidikan Islam itu adalah :

  1. Prinsip agama, yaitu fakta-fakat umum yang diambil dari sumber ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadits).
  2. Prinsip biologis, yaitu prinsip yang meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani peserta didik dan tingkat perkembangannya.
  3. Prinsip psikologis, yaitu prinsip yang lahir di atas pertimbangan psiklogis seperti motivasi, emosi, minat, bakat dan kecakapan akal peserta didik.
  4. Prinsip sosial, yaitu prinsip yang bersumber dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan-kebutuhan, harapan dan tuntutan kehidupan yang senantiasa maju dan berkembang.
  5. Prinsip aktivitas, yaitu prinsip yang bersumber dari aktivitas peserta didik untuk mengambil bagian secara aktif dan kreatif dalam seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan.
  6. Prinsip evaluasi, yaitu bersumber dari penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai umpan balik untuk memperbaiki cara mengajar di kemudian hari.

Ada beberapa landasan dasar dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajar diantaranya diulas oleh Abu Ahmadi, beliau mengatakan bahwa landasan untuk pemilihan metode ialah:

1)        Sesuai dengan tujuan pengajaran agama.

2)        Sesuai dengan jenis-jenis kegiatan.

3)        Menarik perhatian murid.

4)        Maksud metodenya harus dipahami siswa.

5)        Sesuai dengan kecakapan guru agama yang bersangkutan


 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Metodik Pengajaran. (Bandung : Pustaka Setia, 1985)

Al-Baidhowi, Imam, Tafsir Al-Baidhowi ; Anwarul Tanzil wa Asrarul Ta’wil ( Bairut-Libanon : Darul Kutub Al- lmiyah, 1408 H/1988M).

Al-Habsy, Husen, Kamus Arab Lengkap, ( Bangil : YAPPI, 1989).

Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987).

Al-Rasyd. Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. (Jakarta : Ciputat Press. 2005).

An-Naisaburi, Tafsir Ghoroibil Qur’an wa roghoibil Furqon, ( Bairut-Libanon : Darul utubul Ilmuah, 1996).

Aref, Armai. Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta : Ciputat Press. 2002).

DEPDIKBUD. Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka. 1995).

ibn Jarir Ath-Thobarii, Ja’far Muhamad, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, ( Bairut-Libanon : darul kutubul Ilmiuah, 1996).

M. Arifin. Ilmu Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. (Jakarta : Bina Aksara. 1994)

Muhhammad, Oemar. Pendidikan Islam. (Jakarta : Bulan Bintang. 1979).

Nata, Abuddin. Islam. (Jakarta : Logos . 1997).

Tayar . Metodologi Pengajaran Agama & Bahasa Arab. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1995).

Yunus, Mahmud. Mengajar. (Jakarta : Pustaka Mahmudiyah., 1994).


[1] M. Arifin. Ilmu Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. (Jakarta : Bina Aksara.

1994), 197

[2] DEPDIKBUD. Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka. 1995), cet, 4. 652

[3] Al-Rasyd. Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. (Jakarta : Ciputat Press.

2005), 24

[4] Mahmud Yunus. Mengajar. (Jakarta : Pustaka Mahmudiyah., 1994), 17

[5] Abuddin Nata. Islam. (Jakarta : Logos . 1997), 18

[6] Armai Aref. Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta : Ciputat Press. 2002), 39

[7] Tayar . Metodologi Pengajaran Agama & Bahasa Arab. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1995), 7

[8] Oemar Muhhammad. Pendidikan Islam. (Jakarta : Bulan Bintang. 1979), 75

[9] Abu Ahmadi. Metodik Pengajaran. (Bandung : Pustaka Setia, 1985), hlm. 9

[10] Ahmad Mustofa Al-Maroghi. Tafsir Al-Maroghi, (terjemah), ( Semarang : Toha Putra, 1987), hlm. 289

[11] Husen Al-Habsy, Kamus Arab Lengkap, ( Bangil : YAPPI, 1989), hlm. 64

[12] Ja’far Muhmaad ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari ; Jami’ul BAyan Ta’wilul Qur’an, ( Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah, 1996), hlm. 663.

[13] Husen Al-Habsy, Kamus Arab Lengkap, ( Bangil : YAPPI, 1989), hlm. 43

[14] Imam Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi ; Anwarul Tanzil wa Asrarul Ta’wil ( Bairut-Libanon : Darul Kutub Al- lmiyah, 1408 H/1988M), hlm. 571.

[15] An-Naisaburi, Tafsir Ghoroibil Qur’an wa roghoibil Furqon, ( Bairut-Libanon : Darul utubul Ilmiuah, 1996), hlm. 316

 
Leave a comment

Posted by on April 27, 2011 in Uncategorized

 

Leave a comment